Mengapa Bank Syariah Berkembang di Inggris yang Mayoritas Kristen, Ini Penjelasannya
- Inggris sendiri mencatat sejarah penting dalam perkembangan bank syariah di Eropa dan menjadi pelopor di antara negara-negara Eropa yang mengizinkan pengoperasian bank syariah secara penuh sesuai prinsip syariah.
Ekonomi & Pariwisata
JAKARTA – Tidak mengherankan jika sistem perbankan syariah mampu menarik minat di negara-negara dengan jumlah penduduk muslim cukup banyak, termasuk di Indonesia. Akan tetapi, perlu Anda ketahui bahwa bank syariah juga berkembang di seluruh Eropa.
Bahkan, Inggris sebagai negara dengan mayoritas penduduk penganut Kristen pun bisa mengembangkan perbankan syariah dengan baik.
Inggris mencatat sejarah penting dalam perkembangan bank syariah di Eropa dan menjadi pelopor di antara negara-negara Eropa yang mengizinkan pengoperasian bank syariah secara penuh sesuai prinsip syariah.
- 5 Rekomendasi Warna Cat Tembok yang Dapat Membuat Rumah Anda Jadi Terasa Sejuk
- Dicontoh Indonesia, Program Tabungan Perumahan Kenya Ternyata Juga Penuh Masalah
- 9 Negara Pemilik Program Mirip Tapera, Salah Satunya Korea Utara!
Inggris mulai menerima tren perbankan dan keuangan syariah pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, yang merupakan awal kemunculan sistem syariah tersebut.
London kemudian berkembang menjadi pusat keuangan internasional, berkat jaringan luas para bankirnya yang mencakup berbagai negara, agama, dan spesialisasi perdagangan.
Dari beberapa negara di Eropa, Inggris paling siap menerima investasi dari negara-negara Arab yang memiliki surplus dana.
Oleh karena itu, pada tahun 2004, berdirilah bank syariah pertama di Inggris yang menggunakan konsep bebas bunga dengan sistem bagi hasil (profit and loss sharing/PLS).
Sejarah Perbankan dan Keuangan Syariah di Inggris
Inggris mulai merangkul tren perbankan dan keuangan syariah sejak akhir 1970-an dan awal 1980-an, dimulai dengan pengenalan transaksi murabahah.
Pada tahun 1976, setelah konferensi Internasional Pertama tentang Ekonomi Islam yang diadakan oleh Universitas King Abdul Aziz di Jeddah, Arab Saudi, Yayasan Islam Leicester di Inggris mendirikan Unit Ekonomi Islam sebagai pusat penelitian pertama di bidang ekonomi Islam.
Pusat penelitian ini kemudian diikuti oleh Pusat Penelitian Ekonomi Islam Internasional (The International Centre For Research in Islamic Economics) di Universitas King Abdul Aziz pada tahun 1977.
Yayasan Islam Inggris ini menerbitkan karya-karya penting dari para pelopor ekonomi, perbankan, dan keuangan Islam seperti Nejatullah Siddiqi dan Umer Chapra.
Pada tahun 1981, Asosiasi Internasional untuk Ekonomi Islam didirikan di Leicester, Inggris, bertanggung jawab untuk mengorganisir konferensi internasional tentang ekonomi Islam.
Konferensi internasional keempat tentang ekonomi Islam diadakan di Loughborough, Inggris, pada tahun 2000. Konferensi kedelapan dan kesembilan diadakan di Qatar pada tahun 2011 dan yang terbaru di Turki pada tahun 2013.
Pada tahun 1982, Inggris memberikan izin kepada Dar Al-Mal Al-Islami (DMI), yang berbasis di Jenewa, untuk membuka kantor di London dan memobilisasi dana investasi untuk perusahaan investasi dan perusahaan takaful di Luksemburg.
DMI, yang berpusat di Jenewa dan diawasi oleh Commonwealth Bahama, bertujuan untuk menjalankan bisnis sesuai dengan hukum, prinsip, dan tradisi Islam serta menawarkan berbagai layanan keuangan syariah.
Pada tahun 1983, Takaful UK didirikan sebagai anak perusahaan dari DMI untuk memenuhi kebutuhan umat Islam di Inggris dengan menawarkan kesempatan investasi syariah yang disediakan oleh Takaful UK di Luksemburg.
Pendirian Takaful ini diperuntukkan bagi mereka yang menganggap bahwa produk keuangan konvensional, terutama asuransi, terkontaminasi oleh bunga atau riba.
Pada tahun yang sama, Bank Sentral Inggris atau Bank of England (BOE) memberikan izin kepada Bank Al-Baraka untuk beroperasi di Inggris. Bank ini didirikan pada tahun 1982 oleh Perusahaan Investasi Al-Baraka yang berbasis di Jeddah, Arab Saudi.
Pada saat itu, Bank Al-Baraka adalah satu-satunya bank yang menawarkan layanan perbankan Islam secara eksklusif di Inggris di bawah Undang-Undang Perbankan 1987.
Bank Al-Baraka memulai inisiatif utama dalam pembiayaan perumahan syariah dengan menyediakan pembiayaan jangka panjang untuk kepemilikan rumah syariah sejak tahun 1988 dan seterusnya.
Pada tahun 1995, Universitas Loughborough menjadi universitas Barat pertama yang mengakui dan mengadopsi sistem perbankan dan keuangan Islam pada tingkat magister.
Universitas ini bekerja sama dengan Yayasan Islam Inggris untuk mensponsori penelitian bersama yang bertujuan meningkatkan pengajaran serta pengawasan bagi mahasiswa yang memilih mata kuliah pilihan dalam program magister mereka.
Pada tahun yang sama, mereka menyelenggarakan konferensi internasional bekerjasama dengan IDB tentang ekonomi dan keuangan Islam, yang dihadiri oleh gubernur beberapa bank sentral dari negara-negara Muslim seperti Malaysia dan UEA.
Pada tahun 1997, Bank Serikat Kuwait memberikan kontribusi besar dalam penyediaan produk keuangan Islam di Inggris dengan membentuk divisi spesialis syariah yang diberi nama Unit Perbankan Investasi Syariah.
Bank Serikat Kuwait kemudian bergabung dengan Bank Al-Ahli yang dikenal sebagai Bank Persekutuan Al-Ahli (Al-Ahli United Bank).
Produk pembelian rumah diberi nama Manzil, yang berarti ‘tempat tinggal’. Awalnya, Manzil hanya ditawarkan menggunakan produk dengan akad murabahah, tetapi pada tahun 1999, bank memperkenalkan versi pembiayaan kepemilikan rumah dengan akad ijarah yang terbukti jauh lebih populer.
Lembaga Pengawas
Lembaga Dewan Pengawas Keuangan Islam di Inggris, yang dikenal sebagai Dewan Syariah, memiliki peran penting dalam memastikan kepatuhan bank syariah terhadap hukum Islam.
Mereka memiliki wewenang untuk mengizinkan atau menghentikan transaksi serta memperkenalkan produk keuangan baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah berdasarkan Alquran dan Sunnah.
Tugas utama Dewan Syariah adalah menilai dan menyetujui atau menolak dokumen kontraktual serta mengevaluasi operasi bank secara keseluruhan untuk memastikan kepatuhannya terhadap hukum Islam.
Bank syariah di Inggris menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan dua kontradiksi utama. Pertama, perbankan dan keuangan syariah harus dikembangkan bersamaan dengan bank konvensional.
Kedua, perusahaan termasuk bank harus mematuhi standar tata kelola yang menuntut mereka bertanggung jawab kepada dewan komisaris, pemegang saham, atau pemegang saham mayoritas.
- 5 Rekomendasi Film yang Sedang Trending di Google Mei 2024
- Hati-hati! Ini 5 Modus yang Sering Digunakan Penipu di Internet
- Ini Dia Deretan Upgrade iPhone 16, Tertarik Beli?
Bank syariah di Inggris adalah perusahaan publik terbatas yang memiliki dua struktur dewan, yaitu dewan manajemen dan dewan syariah.
Di Inggris, tidak ada ketentuan khusus yang menentukan apakah satu atau dua dewan diperlukan, sehingga struktur dua dewan pada bank syariah tidak menimbulkan masalah hukum.
Pemerintah Inggris berupaya menjadikan negara ini sebagai yuridiksi yang ramah terhadap perbankan dan keuangan Islam melalui promosi dan kebijakan yang mendukung.
Pada tahun 1990-an, tata kelola perusahaan dan beasiswa di bidang ini semakin penting, dengan tujuan menemukan dan menerapkan cara-cara yang lebih baik untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Melalui kebijakan dan dukungan tersebut, Inggris berusaha menarik lebih banyak lembaga keuangan Islam dan mempromosikan keuangan syariah sebagai bagian integral dari sistem keuangan global.
Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan bank syariah, serta memperkuat posisi Inggris sebagai pusat keuangan yang inklusif dan inovatif.
Faktor Pendorong Perkembangan Bank Syariah di Inggris
Menurut hasil riset yang dimuat dalam Journal of Youth Research and Studies Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung berjudul Bank Syariah di Inggris yang ditulis oleh Ahmad Baihaki, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan ekonomi syariah di Inggris, yang dapat dibagi menjadi faktor internal dan eksternal.
Faktor Internal/Domestik
Faktor domestik memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dan penerapan kebijakan di suatu negara. Hal ini disebabkan oleh tuntutan kepentingan dari dalam negeri yang mendorong pemerintah untuk mewadahi aspirasi-aspirasi tersebut ke dalam kebijakan konkret. Di Inggris, faktor-faktor internal yang mempengaruhi penerapan sistem ekonomi syariah antara lain:
- Keinginan dari Komunitas Muslim di Inggris: Masyarakat Muslim di Inggris menginginkan penerapan sistem ekonomi syariah untuk mempermudah kebutuhan mereka dalam berbagai aspek perbankan, seperti investasi, penyimpanan uang, pengambilan uang, peminjaman uang, dan lain-lain.
- Kepentingan Nasional Inggris: Inggris memiliki keinginan untuk bersaing di kancah internasional. Penerapan sistem ekonomi syariah bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga untuk menarik minat investor internasional. Meskipun mayoritas penduduk Inggris bukan Muslim, sistem ini terbukti menarik perhatian banyak investor.
- Lembaga Pendidikan dan Pelatihan: Banyaknya lembaga pendidikan dan pelatihan yang menawarkan program terkait perbankan dan keuangan syariah di Inggris menunjukkan adanya dukungan yang kuat untuk pengembangan sektor ini. Lembaga-lembaga ini berkontribusi besar dalam menyediakan tenaga profesional yang paham akan sistem ekonomi syariah.
Perkembangan Ekonomi Syariah di Inggris
Meskipun penduduk Muslim di Inggris adalah minoritas, perkembangan perbankan dan keuangan syariah di negara ini sangat pesat.
Hal ini terlihat dari inovasi produk-produk perbankan syariah yang terus berkembang. Sejak awal, perekonomian Inggris yang didasarkan pada kesejahteraan sosial yang dipadukan dengan pasar bebas, membuat sistem ekonomi syariah cocok diterapkan di negara ini.
- Pembagian Dividen Adaro Diwarnai Protes Warga Sipil
- Saksi Ungkap Alasan Proyek Tol Japek II Pakai Desain And Build
- Peringati Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia, KEHATI Adakan Pendataan Flora dan Fauna Perkotaan
Sebagai pusat pengembangan perbankan dan keuangan syariah di Eropa, Inggris memiliki prospek yang cerah di masa depan. Pemerintah Inggris bertekad untuk menciptakan peluang yang luas bagi produk-produk berbasis syariah. Pengoptimalan ekonomi syariah terus berkembang signifikan, menjadikan Inggris sebagai model yang dapat dipelajari oleh negara-negara anggota Uni Eropa lainnya.
Dengan banyaknya lembaga pendidikan dan pelatihan yang menawarkan program terkait perbankan dan keuangan Islam, Inggris layak disebut sebagai sentral pengembangan sektor ini di Eropa. Inggris tidak hanya berperan sebagai pusat keuangan untuk perbankan Islam tetapi juga menjadi inspirasi bagi negara-negara lain dalam mengembangkan sistem ekonomi syariah.
Dengan seperempat abad pengalaman dalam mengembangkan ekonomi syariah, Inggris memberikan contoh nyata bagaimana sistem ini dapat diintegrasikan dengan sukses ke dalam perekonomian negara yang mayoritas penduduknya bukan Muslim.
Dengan demikian, faktor-faktor internal yang kuat, dukungan pendidikan yang solid, dan keinginan untuk bersaing di kancah internasional menjadi kunci sukses perkembangan ekonomi syariah di Inggris.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 25 May 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 30 Mei 2024