Dilema Pembeli Rumah Subsidi: Menghadapi Kualitas Buruk dan Penataan Seadanya
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan beberapa masalah terkait pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak yang tidak berhak.
Ekonomi & Pariwisata
JAKARTA - Pemerintah RI diketahui telah menyampaikan rencana penambahan kuota rumah subsidi dalam skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari 166.000 unit menjadi 200.000 unit pada tahun 2024. Perubahan ini akan mulai dilaksanakan pada September 2024.
Upaya tersebut dijalankan dengan harapan dapat membantu menjaga daya beli kelas menengah di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
"Pemerintah juga mendorong FLPP, di mana untuk masyarakat berpenghasilan rendah, FLPP ini dari semula target sebesar 166.000 unit ditingkatkan menjadi 200.000 unit," terang Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024.
- 8 Cara Ampuh Belajar Tes CPNS Tanpa Mengikuti Bimbel
- Waspada! Ini Dampak SLIK OJK Buruk Bagi Anda
- 8 Kebiasaan Mencegah Penuaan ala Orang Jepang
Harga rumah KPR subsidi FLPP yang ditawarkan berkisar antara Rp166 juta hingga Rp240 juta per unit, tergantung pada zonasi. Selain itu, pemerintah juga akan memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% hingga akhir Desember 2024.
Kementerian Keuangan saat ini sedang menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur insentif ini, dengan aturan yang dijadwalkan mulai diterapkan pada September mendatang.
Temuan BPK
Di tengah upaya menggenjot kuota rumah subsidi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan beberapa masalah terkait pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak yang tidak berhak.
Selain itu temuan BPK mengungkap banyak rumah bersubsidi dikerjakan dengan kualitas yang sangat memprihatinkan. Penataan lanskap yang seadanya, kabel listrik yang bergelantungan, serta jalan lingkungan yang rusak adalah beberapa masalah yang ditemukan.
Selain itu, kondisi sistem air dan sanitasi juga dinilai tidak memadai, pembuangan limbah yang tidak maksimal menimbulkan bau tidak sedap.
Temuan ini menyoroti perlunya perbaikan yang signifikan dalam kualitas pembangunan rumah bersubsidi dan pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan bantuan perumahan benar-benar memberikan manfaat yang optimal bagi penerima.
Temuan ini menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan bantuan rumah bersubsidi sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Penurunan Backlog Perumahan
Berdasarkan data Kementrian PUPR, backlog perumahan di Indonesia telah menurun dari yang tadinya 12,7 juta unit pada 2021 menjadi 9,9 juta unit pada 2023.
Penurunan ini dianggap sebagai indikasi positif dari upaya pemerintah dalam menangani masalah perumahan. Namun, pemerintah masih menghadapi tantangan dalam mengumpulkan data individu yang akurat mengenai kebutuhan rumah.
“Data mengenai kelompok masyarakat yang belum memiliki rumah layak huni juga masih belum lengkap,” papar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, dalam kegiatan temu wicara di Jakarta, Minggu, 25 Agustus 2024 yang lalu.
- 8 Jenis Olahraga yang Terbukti Memperpanjang Usia
- Cara Sukses Berjualan Produk Digital Hanya dengan Modal Internet
- Deretan Public Figure yang Ikut Demo Peringatan Darurat di DPR
Tingkat Kekosongan Rumah Bersubsidi
Di beberapa provinsi, tingkat kekosongan rumah bersubsidi mencapai 60-80%. Angka ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk mengoptimalkan distribusi dan penggunaan rumah bersubsidi agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan program perumahan subsidi dan melakukan evaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa kebijakan ini efektif dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 27 Aug 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 29 Agt 2024